Sabtu, 29 Desember 2012

Bisu Membaca Kitab Suci


Bisu Membaca Kitab Suci

Takdir menjadi difabel. Tentu Tuhan yang menentukan, dan ada hikmah dibalik setiap kejadian dan cerita. Inilah kisah nyataku 11 tahun silam, saat umurku 9 tahun.

Seperti biasa setiap sore, aku berangkat mengaji di mesjid. Mesjid yang hanya sepelemparan batu dari rumahku, tinggal menyebrang jalan saja. Hari itu, aku terlambat datang ke mesjid Al-Hikmah. Beruntung, guru ngaji juga belum datang.

Sambil menunggu Tengku1 datang, aku ikut bergabung bermain dengan teman-teman—main lompat karet. Yah, zaman itu permainan gadget dan game online  belum merakyat.

Kami tertawa terbahak-bahak, ketika salah seorang teman kami terjatuh saat main. Bukan bermaksud menghina, tapi pose dan ekspresi jatuhnya benar-benar mengocok perut. Tapi...kulihat anak perempuan itu tidak tertawa. Ia hanya tersenyum tipis.  Ah apa peduli, mungkin selera humornya rendah, pikirku.

“Teungku udah datang e...!” teriak salah seorang yang tak kukenal. Kami segera berlarian berhambur ke mesjid, mencari posisi duduk. Disini, kami dibagi menjadi  4 kelompok, terserah mau duduk dimana saja. Kebetulan, hari itu akupun sekelompok dengan anak perempuan itu.

Penasaran, kutanya siapa dia pada Sumi. “Sumi siapa anak itu, baru ya?”

“Oh, anak lama. Dia bisu, gak bisa bicara. Tapi dia tetap pergi mengaji.” Jawab Sumi, lebih dari yang ingin kutahu.

“Allah...”, aku kaget. Untuk anak sekolah kelas 4 SD seperti aku, dan baru pertama kali bertemu dengan orang yang berbeda dari orang normal kebanyakan, bagiku luar biasa.

Entah mengapa, aku pindah duduk di dekatnya, dalam hati ‘aku ingin mendengar bagaimana  dia membaca Qur’an. Diam-diam aku sangat memperhatikannya. Sepertinya dia tidak sadar diperhatikan. Ia sungguh terlihat serius dan fokus membaca Al-Qur’an, kulihat bibirnya terbuka. Tapi...aku tak mendengar suara, kemana ayat Allah yang indah, aku hanya mendengar suara sengau sesekali.

Saat itu, aku sungguh yakin. Sungguh Allah pasti Maha Mendengar, sangat mendengarkan suaranya yang indah di dalam hati anak itu. Meski tanpa bahasa atau suara. Ia indah dalam diam, dihadapan Sang Pencipta yang menurunkan Al-Qur’an. Iqra’...Bacalah....Bacalah....meski kau tak bisa atau tanpa suara. Bagi Allah, suaranya lebih indah dari suara penembang lagu manapun, lebih indah dari indahnya paduan suara mendunia. Anak perempuaan itu sungguh indah dimata Allah. Subhanallah.

Pertama kali, aku tertegun. Seraya menunduk betapa aku harus bersyukur. Dan berdosa, jika mulutku ini, kadang kugunakan untuk melawan/membantah perkataan mak dan ayah. Atau sekedar berucap yang tak berguna membicarakan teman. Kuyakin, ia lahir untuk menjadi hikmah bagi orang didekatnya. Itulah ceritaku, bersama sahabat mengaji, si gadis bisu, bernama Siti.

1 Orang yang ahli agama, seperti ustad. Sebutan di Aceh

#Hari Internasional Penyandang Disabilitas (HIPENDIS) 2012.  “Aku dan Sahabat Disabilitasku