Jumat, 27 Januari 2012

mencoba beropini sehat di situs


Gara-gara Upah, BBM, DPR, APBN bersuara?


Aksi demo di tol Cikarang, Bekasi malam Sabtu 27 Februari 2012 akan menjadi aksi yang terakhir kiranya. Bersamaan dengan hasil kesepakatan UMK antara pemerintah, pengusaha, dan buruh, sehingga gugatan dari PTUN Bandung resmi akan segera dicabut. Kenaikan upah ini tentu akan membawa dampak positif dan negatif. Namun, jika kenaikan secara bertahap yang tidak diimbangi oleh kenaikan harga dan produksi maka akan menjadi akar masalah baru.

Adapun aksi demonstrasi buruh selama beberapa hari lalu banyak membuat pihak-pihak dirugikan, yaitu akses infrastruktur berupa jalan tol terhambat, laju arus barang terlambat, dan pabrik-pabrik menjadi nonproduktif.

Upah termasuk bagian dari analisis makroekonomi pengangguran, sebagaimana dikemukakan oleh tokoh ekonomi Keynes bahwa tingkat upah ialah kaku antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Tentu pengaruhnya akan berujung pada kebijakan atau keputusan lain.

Menarik hubungan dengan pendapatan nasional, berdasarkan data statistic BPS pertumbuhan ekonomi indonesia sedang tumbuh-kembangnya, imbas dari guncangan eropa mengalirkan hot money. Disisi lain jika terjadi peningkatan upah, maka akan menambah biaya produksi. Harga barang produksi dalam negeri meningkat yang disebut inflasi desakan biaya, namun hal ini dikhawatirkan membuat kita semakin tidak mampu bersaing dengan produk lain seperti China, Taiwan, dan lainnya. Apabila tidak diikuti tambahan permintaan atas hasil produksi maka pendapatan nasional riil semakin menurun. Sebab tidak tertutup kemungkinan, daerah lain akan mencontoh upaya tersebut.

Hal lain, yang material ialah pembatasan subsidi BBM di awal April mendatang. Efeknya, biaya distribusi barang jelas akan meningkat, usaha-usaha kecil akan tercekik atas peningkatan beban, dan rakyat biasa menjadi korban. Sebenarnya, pengurangan subsidi harus dilakukan tapi dengan cara bertahap-tahap sedikit demi sedikit, sehingga pasar dapat melakukan penyesuaian.

APBN kini dijadikan alat suara, atas alasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang semakin terdesak karena peningkatan subsidi dibandingkan tahun sebelumnya, bukan menjadi alasan sebenarnya. Justru yang hemat itu seharusnya pengeluaran pemerintah, atas belanja proyek-proyek DPR atau Badang Anggaran yang berdasarkan asas ketidakwajaran dan ketidakpedulian atas pengunaan uang rakyat. Kami penonton hanya mengiris-ngiris jari sendiri, karena tidak tahu harus berbuat apa.

Upaya terbaik penyelesaian, yaitu keseriusan pemerintah dengan penetapan kebijakan dari segi penawaran dan permintaan. Di sisi penawaran, pemerintah melakukan penurunan pajak atas bahan baku relatis lebih rendah sedikit dari biasanya, atau penetapan harga material, dan diikuti perkembangan teknologi. Sedangkan dari segi permintaan, kebijakan fiskal atas pengeluaran belanja pemerintah seefisien mungkin, dan  kebijakan moneter berupaya menurunkan suku bunga investasi terutama bagi unit usaha kecil dan menengah, untuk memberikan sengatan listirk aliran modal dan kelasungan usaha.

Tentu kita boleh bangga, bahwa rating indonesia dimata dunia semakin baik dalam hal ekonomi khusunya. Namun, yang kami butuh adalah keniscayaan kemakmuran, bukan tolak garis ukur belaka.


Penulis
AYU HARISA
Mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
085218937111

Tidak ada komentar: